Hubungan antara cowok dan cewek yang dibangun melalui perkenalan yang kemudian dilanjutkan dengan tahap yang lebih akrab yang kita sebut dengan hubungan percintaan alias pacaran, ternyata tidak semua nya berlangsung secara mulus. Nah hubungan yang dibina mungkin satu dua tahun bahkan lebih ini terkadang dapat hancur begitu saja di dalam sekejap dan menyisahkan kepingan kepedihan, keterlukaan dan tersayatnya hati, dilanjutkan dengan muncul rasa benci, dendam dan sebagainya. Cinta yang indah itu tiba- tiba berubah menjadi dendam dan kejam.
Ada orang bilang jarak antara cinta dan benci hanya sekitar satu garis batas, maknya riskan sekali, seperti “telur di ujung tanduk” Mengapa putus cinta ini mesti terjadi? Ada beberapa kemungkinan yang saya coba catat di bawah ini :
1. Berpacaran secara long distance
Sering kali jarak yang memisahkan seseorang dengan yang lain itu menjadi problem buyarnya pasangan ynag sudah sekian lama memadu cinta asmara. Komunikasi yang jarang, pertemuan yang minim menyebabkan hubungan menjadi renggang. Tadinya telah terbina dengan baik, namun karena berpisah dan jaraknya jauh membuat hubungan mulai terasa hambar, dan lama-kelamaan jadi tidak ada rasa apa-apa lagi.
Pada masa kini sudah lumayan, karena sarana komunikasi sudah begitu lancar bahkan sudah canggih sehingga komunikasi dengan Luar Negeri tidak bermasalah. Kalau 20 tahun yang silam kesulitan komunikasi sangat terasa sekali, maka hubungan jarak jauh akan menjadi kehilangan jejak.
Pada masa kini sudah lumayan, karena sarana komunikasi sudah begitu lancar bahkan sudah canggih sehingga komunikasi dengan Luar Negeri tidak bermasalah. Kalau 20 tahun yang silam kesulitan komunikasi sangat terasa sekali, maka hubungan jarak jauh akan menjadi kehilangan jejak.
2. Keterlibatan ortu
Hingga hari ini masih belum dapat terlepas keterlibatan ortu terhadap masalah cinta atau pacaran anak-anaknya, padahal sering kali justru ortu selalu bertentangan dengan kemauan anak-anaknya. Terlalu dominannya ortu juga sering membawa dampak negatif terhadap pergaulan dan pacaran anak-anaknya. Kadang orang juga menjadi bingung, emangnya yang mau pacaran itu anaknya atau ortunya? Memang cukup beralasan mengapa ortu tidak menyetujui siapa yang dipilih anaknya, selama hal tersebut masuk akal maka biasanya anak-anaknya dapat mematuhi.
Namun sering kali juga merekan kelewatan batas, ada yang karena masalah matre dan harta, sehingga hal yang tidak di nginkan sering terjadi. Ada banyak pasangan yang saya kenal, mereka sudah berpacaran cukup lama, namun karena ortu tidak setuju dan mereka memilih mematuhi ortu
sehingga akhirnya putus hubungan percintaan. Kepada mereka yang dewasa pemikirannya tentu tidak soal, mereka dapat melewati kondisi ini dengan akal sehat, namun kepada mereka yang kurang dewasa kadang dapat membawa dampak fatal yang berkelanjutan dengan stress sehingga harus berurusan dengan bagian psikologi. Masih beruntung kalau hanya batas psikologi, yang gawat kalau ada yang berusaha bunuh diri.
Hingga hari ini masih belum dapat terlepas keterlibatan ortu terhadap masalah cinta atau pacaran anak-anaknya, padahal sering kali justru ortu selalu bertentangan dengan kemauan anak-anaknya. Terlalu dominannya ortu juga sering membawa dampak negatif terhadap pergaulan dan pacaran anak-anaknya. Kadang orang juga menjadi bingung, emangnya yang mau pacaran itu anaknya atau ortunya? Memang cukup beralasan mengapa ortu tidak menyetujui siapa yang dipilih anaknya, selama hal tersebut masuk akal maka biasanya anak-anaknya dapat mematuhi.
Namun sering kali juga merekan kelewatan batas, ada yang karena masalah matre dan harta, sehingga hal yang tidak di nginkan sering terjadi. Ada banyak pasangan yang saya kenal, mereka sudah berpacaran cukup lama, namun karena ortu tidak setuju dan mereka memilih mematuhi ortu
sehingga akhirnya putus hubungan percintaan. Kepada mereka yang dewasa pemikirannya tentu tidak soal, mereka dapat melewati kondisi ini dengan akal sehat, namun kepada mereka yang kurang dewasa kadang dapat membawa dampak fatal yang berkelanjutan dengan stress sehingga harus berurusan dengan bagian psikologi. Masih beruntung kalau hanya batas psikologi, yang gawat kalau ada yang berusaha bunuh diri.
3. Keterlibatan orang ke tiga
Keterlibatan orang ke tiga biasanya dapat terjadi karena salah satu diantaranya yang tergoda atau tidak setia pada yang lain. Hal ini dapat terjadi kemungkinan besar karena kerengganan hubungan mereka, sibuk bekerja, kurang perhatian satu dengan yang lain, atau seperti poin 1 tadi mereka berpacaran jarak jauh. Kadang memang tidak dapat disalahkan satu dengan yang lainnya, godaan cukup banyak di dalam pergaulan mereka itu, lagi pula adanya kesepian. Itu sebabnya yang agak terjamin namun tidak 100% juga,
mereka yang berpacaran itu mestinya saling mempelajari dan mengenal diri secara pribadi lebih mendalam. Kalau hanya satu dua bulan saling mengenal kemudian berpisah, maka sangat memungkinkan mereka putus di tengah jalan.
Keterlibatan orang ke tiga biasanya dapat terjadi karena salah satu diantaranya yang tergoda atau tidak setia pada yang lain. Hal ini dapat terjadi kemungkinan besar karena kerengganan hubungan mereka, sibuk bekerja, kurang perhatian satu dengan yang lain, atau seperti poin 1 tadi mereka berpacaran jarak jauh. Kadang memang tidak dapat disalahkan satu dengan yang lainnya, godaan cukup banyak di dalam pergaulan mereka itu, lagi pula adanya kesepian. Itu sebabnya yang agak terjamin namun tidak 100% juga,
mereka yang berpacaran itu mestinya saling mempelajari dan mengenal diri secara pribadi lebih mendalam. Kalau hanya satu dua bulan saling mengenal kemudian berpisah, maka sangat memungkinkan mereka putus di tengah jalan.
4. Tidak akur
Bagi orang yang berpacaran, bertengkar merupakan hal yang biasa karena dari sana mereka dapat mengetahui dan mempelajari karakter, watak dan sifat pasangannya. Memang ada pasangan yang hampir perfeks tidak pernah bertengkar, namun untuk kasus ini sangat jarang kita temukan. Yang menjadi luar biasa adalah saban hari ketemu dan bertengkar, jadi kadang terjadi yang berpacaran itu setiap hari menangis. Nah sebagai keputusan akhirnya pasangan yang demikian mengambil langkah berpisah. Memang lebih baik begitu sih, sebab kalau sudah menikah baru terjadi hal demikian kan parah, apalagi ajaran agama tidak boleh bercerai, maka ia akan menderita hingga mati gara-gara menikah.
Bagi orang yang berpacaran, bertengkar merupakan hal yang biasa karena dari sana mereka dapat mengetahui dan mempelajari karakter, watak dan sifat pasangannya. Memang ada pasangan yang hampir perfeks tidak pernah bertengkar, namun untuk kasus ini sangat jarang kita temukan. Yang menjadi luar biasa adalah saban hari ketemu dan bertengkar, jadi kadang terjadi yang berpacaran itu setiap hari menangis. Nah sebagai keputusan akhirnya pasangan yang demikian mengambil langkah berpisah. Memang lebih baik begitu sih, sebab kalau sudah menikah baru terjadi hal demikian kan parah, apalagi ajaran agama tidak boleh bercerai, maka ia akan menderita hingga mati gara-gara menikah.
5. Karakter yang tidak mau berubah
Kadang persoalan karakter yang tidak mau diubah juga menjadi pergumulan pasangan yang berpacaran akhirnya dapat mengakibatkan mereka buyar kalau tidak ada yang mau berubah. Tentunya masalah karakter ini bukan yang bersifat sepele, tetapi menyangkut misalnya suka memukul,
mabuk-mabuk, berjudi, dan obat bius, yang diperkirakan sangat menentukan masa depan keluarga. Nah selama yang pecandu ini tidak mau ubah diri, maka kemungkinan sulit untuk meneruskan hubungan mereka. Memang kalau seseorang yang sudah jatuh cinta, merekal tidak perduli dalam hal ini, namun kembali lagi saat ini sudah mulai banyak pemuda-pemudi yang berpikir logis, sehingga mereka tidak ingin keluarga mereka hancur hanya gara-gara karakter dan kebiasaan ini.
mabuk-mabuk, berjudi, dan obat bius, yang diperkirakan sangat menentukan masa depan keluarga. Nah selama yang pecandu ini tidak mau ubah diri, maka kemungkinan sulit untuk meneruskan hubungan mereka. Memang kalau seseorang yang sudah jatuh cinta, merekal tidak perduli dalam hal ini, namun kembali lagi saat ini sudah mulai banyak pemuda-pemudi yang berpikir logis, sehingga mereka tidak ingin keluarga mereka hancur hanya gara-gara karakter dan kebiasaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar